Menjadi Pejabat Ibarat Makan Buah Simalakama


DOMPU, DOMPUPOST COM
Menjadi seorang pejabat saat ini ibarat makan buah simalakama, betapa tidak karena setiap saat merasa was-was terhadap sebuah kebijakan yang dijalankan. Di satu sisi mereka harus mematuhi perintah atasan dan disisi lainya perintah aturan dan pengawasan hukum dan publik.

Saat ini misalnya di tingkat nasional, lagi viral penahanan yang dilakukan oleh Kejagung terhadap mantan mentri muda Nadim Makarim yang dulu di era presiden Jokowi dielu-elukan sebagai menteri yang akan membawa perubahan bagi dunia pendidikan. Sosok yang identik dengan pembawa inovasi ini akhirnya harus terjerat hukum kasus pengadaan chromebook dan disebut-sebut merugikan negara 2 triliun.

Pasti akan banyak yang bertanya apakah ini murni korupsi ataukah hanya kebijakan yang keliru. Pertanyaan wajar muncul, karena dalam hukum membedakan kebijakan salah arah dan korupsi batasnya sangat tipis.

Tapi, bagaimanapun juga hukum itu memiliki rambu yang jelas dalam Undang-Undang Tipikor misalnya, yakni seseorang bisa dijerat hukum bila terbukti memperkaya diri sendiri, atau orang lain dan merugikan keuangan negara.

Nah, ketika pengadaan laptop diduga penuh mark-up harga dan tidak sesuai spesifikasi dan bahkan menyalahi aturan tatap kelola pengadaan barang dan jasa. Maka yang terjadi bukan lagi tentang niat tapi dampak dari pengadaan itu apakah merugikan negara atau tidak. Apalagi anggaran untuk itu kurang lebih 10 trilun suatu dana yang fantastik.

Demikian juga beberapa kasus dugaan korupsi yang melibatkan beberapa pejabat di Kabupaten Dompu.

Bahkan sudah ada beberapa pejabat yang telah di vonis bersalah oleh Pengadilan Tipikor Mataram. Kendati para pejabat itu telah diputuskan bersalah dan memiliki kekuatan hukum tetap. Namun di tengah-tengah masyarakat dan terutama di keluarga terpidana korupsi masih mempertanyakan keadilan dari penanganan kasus itu. Padahal hukum telah memberikan pagar yang jelas. Dalam pasal 3 dan pasal 2 UU Tipikor, siapapun dengan sengaja memperkaya diri sendiri, orang lain atau koorporasi dan merugikan negara akibatnya dapat dihukum pidana.

Maka pertanyaan paling mendasar yang harus dijawab bukan hanya berapa besar kerugian negara, melainkan siapa yang menikmati keuntungan dari transaksi yang menyimpang ini.

Karena itu niat baik sekalipun tampa dijalankan dengan transparansi, akuntabilitas dan integritas bisa bermuara pada ketidakpercayaan publik. Karena dalam korupsi bukan persoalan uang negara habis, tapi ada unsur yang lebih jelas dan tegas yakni perbuatan melawan hukum dan kerugian negara dan keuntungan pribadi dan orang lain.

Bila berkaca dari beberapa kasus korupsi di Dompu selama ini misalnya, yang tidak dilakukan adalah kurangnya transparansi dan akuntabilitas.

Nah disinilah banyak kasus yang menjerat pejabat apakah murni salah kelola atau membuka ruang untuk keuntungan segelintir pihak. Pemilahan ini penting karena menyangkut keadilan dan nasib seseorang.

Karena itu bagi pejabat yang sedang, tengah atau akan mengelola program harus hati-hati dan bisa membedakan mana aturan, mana kebijakan dan mana perintah. Ini penting agar pejabat tidak tersandra oleh kepentingan. Kata kuncinya juga adalah transparansi sehingga tidak menimbulkan kecurigaan publik.(*)

Berita Terkait

Top